“BEBAS STIGMA ODGJ ANTARA HARAPAN DAN REALITA”
“BEBAS STIGMA ODGJ ANTARA HARAPAN DAN REALITA”
Verra Karame
Hari itu panas terik, cuaca akhir-akhir ini di Kota Manado memang tidak menentu. Kadang panas menyengat dan dengan tiba-tiba bisa berubah menjadi mendung dan hujan.
Tn. Herman (bukan nama sebenarnya), tersenyum kecil di balik pintu ruangan intermediate sebuah rumah sakit jiwa. Dari raut wajahnya yang tidak lagi muda, tergambar jelas Dia senang sekali karena tepat hari ini Tn. Herman akan dipulangkan ke rumahnya karena sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan dan orang-orang sekitarnya. Tak lama kemudian, mobil ambulance dengan segera melanju meninggalkan halaman rumah sakit jiwa dan membawa Tn. Herman ke kota asalnya. Suasana di dalam mobil sangat akrab, sesekali perawat yang mendampingi Tn. Herman memberikan motivasi dgn lelucon yang hangat. Tampak Tn. Herman mengangguk mengerti apa yang disampaikan. Tak lama setelahnya sampailah mereka di sebuah rumah yang sederhana. Anak-anak dan beberapa kumpulan Ibu-ibu mendekat saat mobil ambulans merapat. Tak disangka beberapa dari mereka melontarkan kata-kata sindiran.
“Ohh jadi kamu sudah pulang yaa, mudah-mudahan kamu tidak kambuh lagi ya, kan orang gila tidak bisa sembuh” ujar seorang Ibu.
“Takut ya, jangan-jangan Dia kayak dulu mau coba bunuh anaknya, namanya saja orang gila”, Ibu yang lain menimpali.
Kisah di atas adalah sepenggal kisah perjuangan dropout pasien pasca perawatan di rumah sakit. Banyak yang menganggap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) layak dirangkul dan distimulasi proses kesembuhannya dan kembali ke dunia nyata dengan normal, tapi tidak sedikit yang masih terkungkung dengan stigma.
“Stigma terhadap Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) masih sangat kuat di masyarakat kita. Banyak orang yang menganggap ODGJ sebagai orang yang ‘gila’ atau ‘tidak waras’, sehingga mereka sering kali dijauhi dan diisolasi dari lingkungan sekitar. Padahal, ODGJ adalah manusia yang membutuhkan pemahaman, dukungan, dan pengobatan yang tepat.
Stigma ini tidak hanya berdampak pada ODGJ itu sendiri, tetapi juga pada keluarga dan komunitas sekitar. Oleh karena itu, kita perlu meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang gangguan jiwa, serta mempromosikan pendekatan yang lebih manusiawi dan mendukung bagi ODGJ.
Orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan atau perubahan perilaku bermakna serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi sebagai manusia dan terdiagnosis sebagai gangguan jiwa. Siapapun dapat menjadi ODGJ.
Namun sayangnya ODGJ sering menghadapi berbagai mitos dan stigma di masyarakat.
Stigma adalah pandangan negatif yang diberikan oleh masyarakat terhadap ODGJ, stigma menimbulkan diskriminasi bahkan pengucilan terhadap ODGJ.
Hal ini menyebabkan mereka sering diisolasi atau bahkan dipasung di tempat yang tidak layak.
Rasa malu dan taku dihakimi membuat ODGJ atau bahkan keluarga enggan mencari bantuan profesional dan lari ke dukun atau pengobatan alternatif lainnya.
Stigma yang terus menerus akan menghambat interaksi sosial dan integrasi ODGJ dengan lingkungan sekitar.
Stigma ODGJ hendaknya diberantas dari masyarakat dan itu membutuhkan kerja sama dan tanggung jawab bersama. Tidak hanya di lakukan oleh tenaga kesehatan. Pemberian edukasi yang tepat mengenai gangguan jiwa, penyebab dan pilihan penanganan nya adalah langkah kongkrit untuk mengatasi stigma ODGJ.
Dengan demikian, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan mendukung bagi semua orang, termasuk ODGJ, untuk hidup dengan martabat dan mendapatkan kesempatan yang sama untuk berkembang dan berpartisipasi dalam kehidupan sosial.”